Jakarta, Beritainn, – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia bersama Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) menyelemggarakan kegiatan _workshop_ .
Kegiatan ini diselenggarakan dalam momentum menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh pada 23 Juli nanti dan menjadi upaya dalam mendukung perlindungan anak dan remaja, termasuk santri, dari bahaya rokok.
Rangkaian kegiatan diisi dengan pemaparan edukasi oleh beberapa narasumber seputar kesehatan, dampak rokok, dan pentingnya lingkungan yang bersih tanpa asap rokok, dilanjutkan dengan bermain peran/role play oleh para santri, edukasi yang dikemas dalam bentuk games, serta _campaign_ untuk aktivasi di media sosial. Setelah kegiatan tersebut, sebanyak 60 santri sepakat menyuarakan Kami Santri Pondok Pesantren Budaya Indonesia, semangat menciptakan budaya santri yang sehat dan produktif, dan kami mendukung kawasan pesantren menjadi ruang yang aman, karena kami ingin ruang belajar kami bersih tanpa asap rokok.
Badan Pusat Statistik di tahun 2022 menyebutkan 30,73% anak-anak di Indonesia memegang peran strategis saat usia kemerdekaan bangsa mencapai 100 tahun, yakni di tahun 2045, dan generasi mudalah yang diharapkan dapat mewujudkan Indonesia Emas 2045 mendatang.
Akan tetapi, visi tersebut harus berhadapan dengan fakta bahwa jumlah perokok anak di Indonesia masih tinggi. Prevalensi perokok anak telah naik dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018 .
Melihat urgensi ini, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia mengadakan kegiatan di salah satu pesantren di daerah Depok, Jawa Barat, yaitu Pesantren Budaya Indonesia, untuk memberikan literasi kepada para santri usia SMP dan SMA mengenai pentingnya kontribusi pelajar untuk menciptakan ruang aman belajar tanpa asap rokok.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Budaya Indonesia, KH. Imam Abda, SQ, pun mengamini bahwa melalui kegiatan ini, diharapkan para santri semakin memiliki wawasan baru mengenai dampak dari bahaya rokok dan semakin memiliki keinginan untuk menjauhi rokok. Imam Abda sangat mendukung kegiatan ini dan diharapkan kegiatan ini memberikan kesadaran dan dorongan kepada para santri dan pihak pondok pesantren untuk menciptakan rumah kedua yang aman dan nyaman bagi anak dengan mengoptimalkan Kawasan Tanpa Rokok dan menciptakan tempat proses belajar-mengajar yang jauh dari asap rokok, sehingga akan menghasilkan generasi terpelajar yang sehat, cerdas, dan berprestasi tanpa adiksi rokok.
Hak anak untuk hidup sehat adalah suatu hal yang tidak boleh dilanggar, tetapi hal ini menunjukkan seakan anak telah dikepung oleh produk berbahaya dan dijadikan target sebagai perokok pemula. Sama halnya dengan peran yang signifikan dari keterpaparan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media ruang ternyata sangat berpengaruh.
Di sisi lain, peran orang tua sebagai role model pun juga harus memberikan ruang yang aman bagi sang anak. Di antaranya orang tua memberikan contoh dengan tidak berperilaku merokok, ungkap Finda.
Universitas Indonesia , menekankan mengenai pentingnya optimalisasi dari pemberlakuanKawasan Tanpa Rokok di lingkungan belajar, termasuk pesantren.
Risky memaparkan bahwa paparan asap rokok orang lain mengalami peningkatan, baik di ruang terbuka maupun ruang tertutup. Selain anak usia remaja menjadi korban rokok, pengguna rokok elektronik terbukti mengalami peningkatan sebanyak sepuluh kali lipat pada usia 15 tahun ke atas dari 0,3% pada 2011 menjadi 3,0% pada 2021 di Indonesia .
Risky menuturkan bahwa KTR tidak hanya kawasan yang dilarang untuk merokok, tetapi juga dilarang memproduksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan produk rokok, salah satunya di tempat proses belajar-mengajar, seperti pesantren.(Listia)