Jakarta, Beritainn, – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak , Kementerian Kesehatan , Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia yang didukung oleh Takeda menggelar diskusi publik dengan tema Mewujudkan Lingkungan yang Sehat dan Aman untuk Anak.
Diskusi publik ini menghadirkan tokoh penting dari berbagai pemangku kepentingan termasuk swasta, lembaga masyarakat dan pemerintah untuk membahas berbagai tantangan dalam upaya penanggulangan stunting sampai dengan call to action yang bisa dilakukan untuk menanggulangi tantangan tersebut menuju Indonesia maju.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia , prevalensi stunting di Indonesia telah mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Berbagai program pemerintah seperti Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga , Pemberian Makanan Tambahan , dan 1.000 Hari Pertama Kehidupan turut berperan dalam penurunan angka stunting.
Dimana kurangnya akses pelayanan yang baik dan kondisi air, sanitasi yang kurang baik, serta bangunan yang kurang memadai, bisa berdampak serius bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Tidak hanya stunting yang menjadi dampaknya, lingkungan yang buruk juga memperbesar risiko penyebaran demam berdarah dengue yang membahayakan kesehatan anak-anak.
Menyambut hal tersebut, Kemenkes menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam memperbaiki kesehatan anak-anak Indonesia. drg. Widyawati, M.K.M., Plt. Sementara itu, Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., selaku Ketua PKJS UI di kesempatan yang sama juga menegaskan komitmen PKJS-UI dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Terkait dengan pencegahan demam berdarah dengue, Takeda sebagai perusahaan biofarmasi terkemuka yang berbasis penilitian dan pengembangan menghadirkan pencegahan inovatif melawan demam berdarah dengue melalui vaksinasi.
Diskusi publik kolaboratif bertema Mewujudkan Lingkungan yang Sehat dan Aman untuk Anak ini akan dimulai dengan memetakan kesehatan anak. Mulai dari stunting akibat gizi buruk sampai dengan angka kematian anak di bawah usia lima tahun di Indonesia serta prevalensi penyakit infeksi seperti diare, ISPA dan demam berdarah.
Selain itu, faktor-faktor yang menyebabkan masalah kesehatan anak juga akan dibahas, termasuk diantaranya sanitasi buruk, rendahnya pemahaman akan pentingnya kebersihan, keterpaparan asap rokok, serta akses terhadap air bersih dan keterbatasan fasilitas kesehatan. Pemetaan ini lalu akan dibedah lebih jauh dari berbagai aspek termasuk diantaranya program atau regulasi terkait kesehatan anak yang ada saat ini, kendala dalam pelaksanaan programnya, harapan kedepannya sampai dengan usulan kerjasama pemangku kepentingan dalam penanggulangan masalah kesehatan anak.
Usai pemaparan peta masalah kesehatan anak, maka dilanjutkan dengan diskusi panelis yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari sektor swasta maupun pemerintah. , Ketua III Ikatan Dokter Anak Indonesia . Upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ini, juga merupakan upaya perusahaan dalam penanggulangan demam berdarah dengue yang bisa diterjemahkan menjadi sejumlah langkah nyata menuju nol kematian pada tahun 2030.(Listia)